MINDSET MATTERS

Review Buku MINDSET by Carol Dweck

Vermona Lumban Gaol
8 min readJul 16, 2021

Mungkin kita sudah sering mendengar “Mindset” di bahasa sehari-hari kita, arti penggalan kata “Mindset” itu sendiri terdiri mind dan set dimanamind” is seat of thought and memory and “set” is a preference for or increased ability in a particular activity. Mindset ini dapat diartikan sederhana sebagai cara pandang atau posisi seseorang dalam menghadapi situasi atau fenomena, singkatnya bisa dibilang pola pikir. Bagaimana kita menjalani hari-hari dan yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu serta menghadapi suatu hal itu tergantung dari pola pikir kita. Disini kita coba bahas buku yang menarik banget karena buku ini membahas tentang Mindset dalam perspektif yang menarik.

Jadi, dalam tulisan kali ini saya coba mengulas buku “Mindset” karya Prof.Dr. Carol S. Dweck. Buku terbitan tahun 2006 ini merupakan karya yang banyak diakui oleh tokoh salah satunya Bill Gates, penulis buku dan influencer terkenal lainnya. Prof. Carol Dweck sendiri merupakan dosen di Stanford University dan juga seorang psikolog. Penulis juga berprofesi sebagai Professor di University of Columbia dan anggota America Academy of Art and Science.

Penulis ternyata belajar tentang motivasi manusia dan menghabiskan hari-harinya untuk mendalami mengapa orang sukses dan tidak sukses dan apa yang mendorong seseorang itu bisa sukses. Sehingga dari penelitian dia, didapatlah dua jenis Mindset yang membedakan kedua tipe orang tersebut. Pada dasarnya manusia memiliki 2 jenis MINDSET yaitu:

Two types of mindset by Carol Dweck

Fixed Mindset VS Growth Mindset

Secara sederhana diartikan Fixed Mindset ini adalah “pola pikir yang tetap” dan Growth Mindset adalah “pola pikir yang bertumbuh”. Dari arti dua hal tersebut, mungkin kita sudah bisa menebak gambaran dari dua pola pikir itu seperti apa.

Secara sederhana Fixed Mindset ini seperti keyakinan yang membuat kapasitas yang dimiliki punya batasan tertentu. Jadi kalau udah menanamkan dirinya bahwa ia adalah seseorang dengan Label A B C, yaudah itu yang dia percayai tentang dirinya. Selain itu, fixed mindset ini dapat diartikan sebagai ketidakmauan menerima keadaan dan mau belajar memperbaiki diri jadi lebih baik. Penerimaan bahwa keadaan sudah seadanya demikian, yaudah gitu aja.

Contoh:

Orang dengan Fixed Mindset ini percaya kalau mereka itu terlahir dengan bakat dan tidak berbakat (seputih hitam itu) jika dia berbakat ya karena dari lahirnya demikian dan jika tidak ya memang bukan bakat dia. Misalnya, jika seorang tidak bisa memasak sama sekali, ketika dia mencoba masak rasanya tidak enak atau ‘gosong’. Dari sisi seorang Fixed Mindset dia tidak akan mau mencoba belajar memasak lagi sampai masakannya enak dan melabeli dirinya ‘tidak berbakat untuk memasak’.

Secara alamiah, mereka yang termasuk Fixed Mindset itu terlihat dan menganggap dirinya punya bakat dari lahir. Kalau dari penelitian McKinsey bahwa orang dengan pemikiran Fixed itu lebih memilih dunia secara hitam putih, ya dan tidak dalam suatu situasi. Mereka cenderung menghabiskan energi dalam perdebatan internal di perusahaan. Menganggap bahwa kegagalan adalah suatu bencana besar atau kutukan. Kalau Carol Dweck dalam tulisannya menjelaskan seumpama dalam pertandingan, orang yang Fixed Mindset ini tidak percaya bahwa mereka belajar dari kesalahan, kegagalan adalah sebuah pembenaran bahwa mereka adalah orang gagal. Saat pertandingan, orang tersebut cenderung menyalahkan orang lain atas kegagalan mereka. Dibanding mengintropeksi diri atas kekurangan mengapa dia gagal, orang ini mengaggap bahwa dia yang paling berhak untuk menang.

Sementara orang dengan Growth Mindset

Mindset bisa dibentuk dan diubah, cara berpikir terhadap orang lain. saat menguji membentuk orang untuk jadi fixed mindset. Kita bisa mengatur cara berbicara kita. Usaha, kegigihannya, perkembangannya. Kalau sekarang jadi fixed mindset tidak apa-apa. Kita memang terlahir menjadi penasaran dan rasa ingin tahu yang tinggi..

Secara kontras, mereka yang memiliki growth mindset itu percaya bahwa mereka bisa meraih apa yang mereka perjuangkan selama mereka usaha, berdedikasi kepada target dan latihan sebanyak yang mereka bisa. Mereka percaya bahwa “Practice makes perfect”. Mereka sebisa mungkin untuk meningkatkan kapabilitas diri dengan terus belajar dan berlatih.

Contoh:

Orang-orang yang memiliki Growth Mindset ini menganggap bahwa sukses itu adalah hasil dari kegigihan dan kerja keras. Seperti pebasket ternama dunia Jordan, yang dalam kesuksesannya juga pernah gagal berkali-kali main basket dan masukkan bola ke ring, bahkan gagal main basket saat lomba di sekolah. Kalau dia saat itu percaya bahwa dia pemain basket yang gagal maka dia tidak akan menjadi Michael Jordan yang sekarang dikenal dunia. Dari kelemahan dan kegagalannya, Jordan belajar dan berlatih dari pertandingan ke pertandingan lain sampai dia menjadi Jordan sekarang ini.

We like to think of our champions and idols as superheroes who were born different from us. We don’t like to think of them as relatively ordinary people who made themselves extraordinary.” -Carol Dweck-

Juga ada nih kutipan menarik dari penulis yang menurut aku tepat banget buat meningkatkan motivasi bagi orang yang mungkin lagi kebingungan sebenarnya mau ngapain, yang lagi berusaha namun belum dapat jawaban atau yang lagi terintimidasi oleh situasi.

Talenta atau bakat itu kalau gak diasah sama aja dia gak akan jadi apa-apa. Kalau malas-malasan atau lingkungan tidak mendukung ya akan jadi talenta yang cuma-cuman. Namun kalau talenta atau bakat diasah terus, latihan serta gigih untuk belajar maka akan sangat luar biasa hasilnya. Belum lagi kalau kita punya ‘privilege’ istilah anak zaman now yaitu lingkungan dan kondisi keluarga yang mendukung, pastinya akan jadi orang yang hebat diatas rata-rata.

Surprisingly, we are all born with a growth mindset, babies know no limits, they want to learn anything and everything. Pola pikir kita bertumbuh seiring kita tumbuh dalam keluarga dan lingkungan sekitar kita (sekolah), lingkungan tersebut memegang peran penting dalam pertumbuhan pola pikir anak.

Semua orang dapat membangun sebuah GROWTH MINDSET dalam hidup mereka.

Sejauh ini, buku banyak mengajarkan kepada pembaca tentang “Optimisme” dimana perbedaan antara “sukses” dan “gagal” terletak pada perspektif yang kita pilih. Sejauh mana kita memandang situasi, berpengaruh pada tindakan yang kita ambil untuk menangani situasi tersebut.

The differences of Fixed Mindset and Growth Mindset

Dari gambar diatas sebenarnya sudah kelihatan jelas perbedaan antara kedua Mindset ini. Secara tidak langsung kita melihat keduanya sebagai dua hal yang berlawanan.

Lalu, pertanyaannya sekarang apakah selamanya Fixed Mindset itu salah?

Kembali ke situasi masing-masing dan pribadinya. Preferensi setiap orang berbeda-beda dan sudut pandang orang dalam menyikapi satu hal tidak bisa secara hitam putih dikatakan benar atau salah. Namun, kembali lagi kepada kita terutama pembaca sebagai orang dewasa kita sudah cukup bijak memilih mana yang menurut kita benar. Belajar dari pengalaman dan kisah sukses orang lain yang mungkin bisa jadi motivasi bagi kita. Jadi teringat kata-kata bijak bahwa kita yang tahu kondisi diri kita dan kemampuan kita, jadi ‘bijaklah’ dan tentukan langkah ke tujuan yang ingin kita capai.

Berikut, rangkuman buku ‘Mindset’ yang dimuat dalam beberapa poin dalam praktik kehidupan;

  1. The mindset of a business leader can make or break a company.
    Buku ini juga membahas bukti pemimpin yang punya Fixed mindset dan Growth Mindset, dimana perusahaan yang fokus dalam membangun dan melakukan inovasi akan jauh lebih sukses daripada perusahaan yang puas dengan kesuksesan perusahaan mereka sekarang.
  2. The most successful athletes practice a growth mindset
    Dimana kebanyakan atlet itu disamakan dengan orang yang punya bakat dari lahir, usaha dan kerja keras, kegigihan berlatih selalu untuk bisa jadi atlet yang hebat.
  3. Relationships often fall apart because of at least one partner’s fixed mindset.
    Ternyata Fixed Mindset dan Growth Mindset juga berlaku dalam hubungan pasangan. Pasangan yang punya prinsip Growth Mindset nyatanya akan selalu fokus kerja sama untuk menemukan solusi dan saling menguatkan hubungan mereka. Ya punya pasangan yang suportif, dewasa secara karakter dan punya jiwa pejuang itu suatu berkat dan ternyata bisa menguatkan pribadi masing-masing dalam membina hubungan itu sendiri.
  4. Teaching the proper mindset is crucial during childhood development
    Dalam sekolah juga kita sering mendapatkan perlakuan yang mengintimadasi dan membuat kita tidak percaya diri dari guru kita. Guru dan Orang tua adalah orang yang berinteraksi langsung untuk membentuk kepribadian anak itu sendiri, apakah dia akan tumbuh dengan karakter baik atau tidak. Anak diajari untuk kerja keras, belajar hal baru dan diajari berjuang melalui berbagai rintangan. Orang tua yang memberi selamat atas kerja keras anaknya meskipun tidak mendapat juara kelas, sudah menunjukkan kepada anak tentang Growth Mindset.
  5. Mindsets are learned and can be changed
    Yang terakhir, pola pikir kita dapat dipelajari dan bisa diubah. That’s a process. Berpindah dari Fixed Mindset menjado Growth Mindset awalnya akan terasa canggung tapi jika konsisten dan gigih mau merubahnya, maka cara pandang kita dalam menyikapi keadaan akan berubah dan itu akan mengubah tindakan kita.

Dari buku ini, banyak hal yang bisa kita maknai mengenai cara pandang kita yang mungkin kita anggap selama ini benar ternyata ada yang belum benar nih. Selama kita mengakui, menyadari dan mau belajar untuk berubah menerima hal baru maka itu adalah proses belajar dari Growth Mindset itu sendiri. Kalau dulu kita melabeli diri kita dengan hal-hal yang negatif, maka akan terjadilah demikian. Namun, sebaliknya jika kita punya pandangan mau ubah kondisi itu jadi lebih baik maka kamu harus punya Growth Mindset yang dilakukan secara konsisten dan berulang-ulang. Sampai suatu saat nanti ketika kita udah berjalan dengan konsistensi tersebut, kita menyadari bahwa kita sudah jauh melangkah dari mindset lama kita yang dulu.

Proses tidak selamanya baik, tapi ada hal baik yang bisa dipelajari dari proses itu sendiri.

Buku ini bisa kamu baca secara lengkap jika kamu merasa kurang puas dengan tulisan ini. Membaca juga proses dari belajar. Apa yang saya tulis disini adalah pemahaman langsung dari buku yang menurut saya sedikit banyak mengubah hal dalam cara pandang saya. Kalau mengenai tulisan ini, saya dulu orangnya gak betah baca 1 buku sampai habis, namun karena dorongan dari diri sendiri dan mau belajar akhirnya mulai baca buku sampai habis, lanjut ke bacaan buku selanjutnya. Ya, namanya juga berproses ada titik-titik dimana kita stuck atau demot, haha. Tapi kalau udah menerapkan ‘Atomic-Habits’ seperti di bacaan sebelumnya, jadi bangkit lagi motivasinya untuk tetap jalanin prosesnya. Kalau secara keseluruhan, buku ini cukup banyak menceritakan pengalaman dari tokoh-tokoh dan kisah dari orang untuk menunjukkan secara jelas perbedaan mindset dan penerapan mindset dalam masing-masing ceritanya. Mungkin karena penulis adalah seorang Researcher ya jadinya banyak cuplikan kisah dari hasil riset beliau. Tapi, itu jadi memperkaya cerita, situasi dan sudut pandang.

Sedikit, quote menarik yang bisa diingat dari sekian panjangnya bacaan ini atau mungkin bisa jadi bahan perenungan.

Sekian dari aku, semoga bacaan ini bermanfaaat ya. Jika ada salah kata atau hal yang kurang berkenan mohon maaf, silahkan kasih komentar atau DM me (ig: monagaol). Terima kasih banyak sudah berkunjung kesini atau hanya sekedar mampir.

Hope you enjoy it!

Thank you!

Stay Safe and Healthy!

--

--

Vermona Lumban Gaol
Vermona Lumban Gaol

Written by Vermona Lumban Gaol

Writing is my therapy//Find me @monagaol

No responses yet